Buzzer: Inikah Pengendali Dunia Saat Ini?

Semenjak masalah buzzer dari Presiden Joko Widodo hadir, topik buzzer semakin diperbincangkan. Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyatakan peran para buzzer Presiden Jokowi di media sosial belakangan ini justru kontraproduktif. Beliau, meminta para buzzer untuk menata ulang cara berkomunikasinya.
Beliau juga mengatakan bahwa tindakan para buzzer sering kali justru membangun dukungan politik yang sifatnya merusak. Moeldoko menegaskan bahwa semangat mendukung idola memang patut dipertahankan, tapi jangan dibarengi dengan semangat membangun kebencian terhadap pihak lain.
Dari perspektif lain, menurut Analis media sosial Drone Emprit Ismail Fahmi, para buzzer sangat mungkin menutupi permasalahan yang seharusnya diselesaikan pemerintah. Fahmi menanggapi pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bahwa keberadaan buzzer sangat merugikan pemerintahan Jokowi. Karena itu, dia ingin buzzer segera ditertibkan supaya tidak mengganggu demokrasi.
“Tujuan dari penggunaan buzzer itu untuk mengarahkan percakapan dan opini publik. Nah, kalau informasinya sudah diarahkan, publik tidak lagi mengetahui apa yang benar, karena informasi yang disebar sudah dimodifikasi. Bahaya-nya, publik bisa gak tahu problem besar apa yang terjadi di Indonesia,” kata Fahmi, Minggu (6/10).
1. Masyarakat vs Buzzer
Fahmi menjelaskan ada berbagai bentuk menggiring opini yang dilakukan buzzer, seperti menyebarkan hoaks, propaganda, hingga bias informasi. Buzzer bertugas menyebarluaskan informasi yang sudah modifikasi supaya direspons publik. Hal ini, dapat menghilangkan fungsi kontrol rakyat terhadap pemerintah.
“Contohnya, sekarang impor kita tinggi, tapi gak ada yang bahas di medsos. Nah, itu bisa karena buzzer yang mengarahkan opini publik ke bidang lain, atau bisa juga publik gak tahu. Apakah ini bahaya? Ini bahaya, karena pemerintah jadi gak ditekan oleh publik. Jadi mereka santai-santai aja, gak berusaha mencari solusinya,” kata dia.
2. Buzzer dapat mematikan kritik di ruang publik
Fahmi juga mengamati dinamika penggunaan buzzer di berbagai negara. Secara umum, dia membagi peran buzzer dalam dua kategori, yaitu sebagai penggaung kebijakan pemerintah dan sebagai pembungkam opini publik. Satu hal yang digarisbawahi adalah buzzer bekerja tergantung siapa yang menggunakan jasanya.
“Umumnya semua negara itu kan gak mau kebijakannya dikritik. Maka pertanyaannya adalah, apakah negara ini benar-benar ingin menyejahterakan rakyatnya? Kalau memang ingin, gunakan buzzer untuk menyampaikan kebijakan pemerintah. Tapi jangan sampai buzzer ditugasi untuk mematikan kritik, sehingga kalau ada kiritk atau opini yang berbeda diserang opini itu,” tutur dia.
3. Buzzer sangat mudah meminggirkan fakta
Bahaya buzzer berikutnya adalah meminggirkan fakta. Alumni University of Groningen itu menyebutkan buzzer akan menyebarkan informasi yang mereka dapat dari pemesannya, tanpa peduli, apakah informasi tersebut benar atau tidak.
“Dalam kasus Veronica Koman, misalnya. Dia mengirimkan laporan yang berbeda dari pemerintah, padahal pemerintah bilang gak ada masalah. Kalau misalnya itu benar, berarti itu fakta, dan itu masalah yang harus diselesaikan, bukannya ditutupi. Kalau itu (laporan Veronica) benar tapi pemerintah bilang gak ada masalah, di situ bisa semakin marah rakyat Papua,” kata Fahmi.
Sumber : idntimes
#